Jumat, 15 Desember 2017
Pengasingan
Rabu, 30 Agustus 2017
menganggap tinggi apa yang remeh
dan menganggap remeh apa yang tinggi
.
.
sehingga kadang tanpa sadar kita terjebak dengan emosi dan ego permasalahan menumpuk yang akarnya sederhana, namun menindihkan semuanya kepada permasalahan hati.
menangis tapi tidak mau terlihat sedih.
tertawa tapi tidak selalu ingin dianggap bahagia.
ingin dimengerti tanpa perlu cerita dengan benar- benar terfokus.
belajar tidak menciderai kebahagiaan orang lain dengan membungkam diri sendiri.
.
.
lalu mengeluh kenapa tidak ada satupun jeda yang datang,
meminta topangan tanpa tau maksud dan tujuan.
Yogyakarta
dinamika ke egoisan yang sempurna dijalankan.
lidahmu kelu dan rintik matamu menuntut dibagi.
namun senyum dan matanya tidak ingin diusik,
berbicara didepan telinga yang mendengar imaji lain,
dan memulai cakap dengan balasan tak bernyawa.
ada kalanya memang begini,
tidak perlu manja untuk mengeluh karena akhirnya akan sama.
bukannya tidak adil, tapi memang hantaran
bukan empathy, tapi tiada jiwa lagi.
Sabtu, 17 Juni 2017
Membunuhmu
Luka silam yang sama sama masih menganga. Tentang jiwa yang sama sama terluka. Kesalahan yang sama sama berbekas.
Tekadku telah bulat.
Aku telah membunuhnya.
Dalam.
Begitu dalam.
Sabtu, 20 Mei 2017
Malam ini aku kembali melihat kebelakang, tentang kesalahan dan kebenaran. Apa yang aku temukan sekarang? Berbagai hal yang baru berkecamuk, menjadi satu dalam perasaan tak berperi dan menjadi simfoni. Aku memahami bagaimana siklus dan pengharapan, tapi tentang itu semua..bahkan sampai sekarangpun aku bingung bagaimana harus memulai bahkan hanya untuk berfikir.
Rabu, 19 April 2017
Tirai Nirwana
Merobek epitel, menggapai basal basement
Mencari memaknai
Apa yang kudambakan dan kurengkuhkan dalam diri
Remah-remah sayap yang kupatahkan
Pagi ini kembali tumbuh semakin indah
Dengan tangisan semalam suntuk
Dan sedikit sinar hangat rindu doaku
Aku lah Pengalir nestapa
Namun kaya karena arusnya
Tetap dijamah karena alurnya
kekokohanku menggapaimu
Tanpa bisa berdalih kesabaran adalah duka
Namun berjuta kali lagi aku merasa
Lihatlah mataku,
Tirai nirwanaku adalah kamu
Desi Dwi Siwi Atika Dewi
Tanpa -Sendiri
Bukan tentang kita.
Rambut yang kubiarkan tergerai sore ini
Menggoda angin yang tak kurang genit menyapa senja
Estetikku hancur,
Tapi aku tetap rindu pada sepoinya
Bukan juga tentang kita.
Kisah klasik tentang romeo dan juliette yang melegenda
Tidak membuatku berkutik dari hidung kucing kecilku
Ekornya yang mengenai tanganku
Haus akan kasih sayang yang kusampaikan lewat tangan
Semudah itu hariku layu,
Melihat kucing kecilpun menuntut perhatian
Ini juga tetap bukan tentang kita.
Lampu-lampu kota yang kubiarkan menyala dalam alarm malam
Menemaniku dalam bidik rindu yang kupertajam lewat senyuman
Malam ini,
Sekali lagi bukan tentang kita
Karena tetap saja;
Artian ceritaku tentang impian adalah rahasia dalam denyutan nafas yang kuciptakan
Sendiri.
Yogyakarta, 19 April 2017
(Desi Dwi Siwi Atika Dewi)
Persembahan untuk iftita,
Yang lahir tepat dihari aku mencari oksigen sendiri untuk bernafas.
Hakekat
Badai malam ini teduh
Sekedar menghangatkan kuku kukuku memutih pucat
Menjadi selimut rambut tanganku yang kegelian
Kumaknai hipotermi sebagai kehangatan
Tempo hari,
Aku masih melihat hujan dikala malam adalah sendu
Momok petir yang mengancam gulitaku membahana
Perangai bulan yang setia-pun dijamah
... kerapuhan kelam
Ternyata begitu saja penerimaan
Seperti cengkeraman yang berubah menjadi kekuatan
Tak ada lagi goncangan yang melambangkan permusuhan
Akulah bahagia dalam diriku
Akulah dewi mentari bagi hidupku!
Yogyakarta, 19 April 2017
Desi dwi siwi atika dewi
Selasa, 21 Februari 2017
Elegi
Kaki bersila murung dibawah remang lampu kota
Pejalan kaki dijajah kaki lima di trotoarnya sendiri
Motor mobil berhamburan
Sepeda merajuk meminta kebebasan
Aku melihatmu,
Di sudut bulan membelakangi matahari
Sedang diam mengunci pilu
Enggan menengok menumpahkan betapa derasnya rinai di dalammu
Di dalammu, aku pun bersandar.
Sekuat apakah penantianmu akan bidikan angin kesepian, sayang?
Bukankah adalah aku jawaban dalam remah tawa dan candamu siang tadi?
Berikan tanganmu, asma kita adalah satu
Lepas kaitan siksamu,
Jemput apa yang menjadi pintu hidup mu dan aku.
Diamlah, bersabar.
Elegi kali ini adalah uji
..
Aku untukmu adalah waktu.
Yogyakarta, 21 februari 2017.
Selasa, 31 Januari 2017
Rintik Hujan
Rintik hujan ini datang dalam kenangan yang aku gambarkan
Melewati rindu yang kusejajarkan dengan doa,
Melipat raga, aku memejamkan mata
Melihat seringaimu malam itu
Aku lupa akan Lelah
Aku telah bebas dalam neraka pilu yang diseimbangkan dengan nelangsa
Magis,memang.
Dalam hangatnya pelukku
Aku sibuk mencarimu di sela rintik hujan malam ini
Rasanya, baru kemarin aku melihatnya bercermin
"Ganteng ya"
Lalu aku mematung menjadikanku batu karena lelah memuji
Kurasa,
rintik hujan ini puas memaksaku kembali dalam konotasi
Kamu adalah rintik hujan yang dikirimkan halus dalam rinduku
Menggelar pertunjukan berbagai suara dalam imajinata
Tidak berhenti mengaliri sawah kami meski dingin
Dan kepadamu, rintik hujan yang kupeluk hangat - hangat
Sebesar apapun buihmu dalam malam dan pagiku
Aku mencintaimu.
Yogyakarta, 31 Januari 2017
Naungan
Sekali lagi,