Rabu, 17 April 2019

Jamuan Pagi

Ada hal-hal unik yang tidak pernah bisa hilang dari ingatan,
“Des apaan itu?” Dengan reaksi kagetnya, pacarnya memandangku dengan tatapan bertanya. 

Lalu aku berseru, seperti dulu, masih sama ketika aku mendapati diriku larut dalam suka-duka menyembunyikan luka bersama mereka
“Hehehehe” senyumku sama dengan senyum kepada yang lainnya, yang secara terpisah kutemui.

(( Mungkin, aku bukan seperti anak-anak yang lain 
Yang dengan mudah “terpisah” dengan teman-temannya ketika sudah berbeda ruang dan kapasitas waktu, 
Mungkin, aku bukan seperti anak-anak yang lain 
Yang bisa dengan mudah pergi dan “melupakan”bahwa aku pernah bergantung dan sangat menyayangi teman-teman yang harusnya tak seberapa berharga.
Kuterima perbedaanku dengan diam, 
Aku susah mencari teman, 
trauma dengan yang namanya sahabatan, 
mencaci diri sendiri karena tidak pernah berani menjalin kedekatan hingga ke batas “sangat dekat”, semenjak itu.
Kesulitan ini yang membawaku tidak terbiasa dengan teman baru, 
selalu menemukan “beda” yang berarti. 
Zaman dulu, bahkan pacar tidak ada artinya dibanding teman-temanku. 
Yang rela menembus hujan menemukan aku bersandar kedinginan. 
Yang rela menjadi pelindung tanpa sayap, meskipun gapernah diminta. 
Yang supportnya selangit, telinganya kelewat lebar untuk mendengarkan ceritaku yang ga jarang juga abal-abal. 
Zaman dulu, hidupku tidak pernah bisa jauh dari orang-orang yang membuatku sekuat baja menutupi kerapuhan yang amat kentara 
Karena semua orang menebarkan benci dan caci dengan segala hal yang aku terap-i))
 
“Aku bahagia” kataku menutup pembicaraan panjang yang menuntut tanggapan. 
Dia berkaca-kaca, sedikit, lalu melihat pacarnya. Tersenyum. Dan melihatku. Tersenyum. 
“Mauu ketemuu ketokee asiik, ntar tak anter keluar yo nek dijemput”  

Begini cukup keharuan saya sebagai seorang teman. 
Ketika mereka menunjukkan ketulusan, sekalipun saya pergi tanpa ada kabar. 
Sama seperti Nadine, Iftita, Rahma, Galih, Setya, dan Adnan. My surviva; kit SMA, terima kasih sudah selalu menjamu kekuatan dan menghadirkan ketulusan. 
 Terima kasih atas segala doa yang kalian hantarkan sehingga sekarang saya menemukan senyuman! 


Sabtu, 13 April 2019

🧸

https://drive.google.com/uc?export=view&id=1odWrkV7gsd2sPoRXbl8JJHpvSJPXcz0q

Senyummu adalah yang dituliskan Tuhan untuk menemaniku, jadi jangan pernah meragu dalam mencintaku. Sehat-sehat, sayang. 

Untuk Mahmasoni

Aku melihat kamu dengan manis, semanis kucing tetangga yang meminta makan kepada empunya. “Magis sekali” cibirku menahan diri untuk tidak lari dalam pelukanmu bahkan ketika dirimu sedang terlelap terlalu dalam.

Biar kuceritakan sedikit tentang aku,
Aku sama seperti manis yang kau puja dalam teh hangatmu setiap pagi, 
Aku mirip dengan angin yang kau nantikan ketika panas mulai menjelang,
Bahkan aku adalah jelmaan senyuman yang tak bisa kau kendalikan dalam nyaman,
Sekelumit hal yang bisa kutemukan tentang aku di matamu adalah ; kesempurnaan dan ketidaksempurnaan yang kausimpan diam-diam.
Aku selalu bernalar dan berimaji bahwa diri ini adalah awan yang memayungi makhluk ketika terik,
Namun nyatanya, masih sering aku menyangsingkan datangnya hujan. Aku jatuh kembali bersama jutaan lainnya, kau memelukku menuju ke aliran yang tak tau dimana muaranya. 

Sekali ini kuceritakan tentang betapa sempurnanya aku sekarang ini,
Kenapa hidup ini begitu adil? Setelah sekian kaliaku jatuh dengan tanpa sandaran,
Sekali lagi kuceritakan betapa sempurnya aku sekarang ini,
Karena kamu. 

Terima kasih. 

Selamat pagi, Yogyakarta
14 Maret 2019. 
Desi dwi siwi atika dewi.