Rabu, 06 Februari 2019

Sepenggal Memori #1

Selamat siang, sayang. 
Mari kita ceritakan sedikit tentang apa yang aku rasakan tentang kamu, dari sisiku tentunya. Kamu adalah laki-laki yang pertama kalinya membuatku tertegun karena membaca namamu, cukup manis dan semudah itu masuk dalam ingatanku. 
Pertemuan pertama kita jauh dari kata manis, kau mendengarkan video kesayanganmu dan aku dengan segala hal yang membuncah karena menemukan kacamata baruku. Aku melihatmu memperhatikan layar itu, membuatku sedikit iri karena lepas dari perhatianmu. Sekian kali kakiku menapak menjauh, aku meragu untuk membiarkanmu begitu saja berlalu dibelakangku. Beberapa kali kubaca dalam lirikanku, nama yang terpampang membuatku sedikit merasa aneh dengan diriku sendiri. "Mahmasoni Masdar" yang tertempel dengan rapi disudut mataku. Menyapamu pertama kali kala itu adalah hal yang membuatku menarik nafas hanya sekedar memeriksa kalau-kalau paru-paruku bingung bagaimana cara yang baik untuk mengembang. Dirimu jauh dari kata ramah, namun matamu menunjukkan tujuan yang terarah, kali pertama aku larut menatapmu. Tidak tau diri dan lupa bahwa kacamataku bukan kacamata hitam yang mampu menyembunyikan sinarnya, bodoh, runtukku. 
Jum'at, September 2018. 
Aku adalah satu-satunya orang yang begitu takut menyambutmu. Banyak bisik yang membuatku mengerti bagaimana dirimu, tentang segala hal yang sempurna, dan aku yang mengandalkan langkah pasti untuk sekedar dianggap "baik". Kamu adalah angan-angan yang kulukiskan lewat senyuman, di balik tembok tempatmu bersandar. Sekali lagi datang, waktu dimana aku memandangmu berbicara dan mendengarkan bagaimana humor yang kau lontarkan. Baik, aku terhibur dengan segalanya. Aku memicingkan mata untuk mengerti bahwa kekaguman ini  adalah sebuah rasa, yang tidak akan pernah berubah menjadi asa. Begitu, nyatanya. 
Banyak hal yang membuatku mengerti bagaimana harus menunggu tiap notifikasi yang menyembulkan namamu. Sejauh apa kamu berlari, menjauh, mendekat, datang dan pergi, tersenyum dan meminta dibenci, aku selalu jatuh tepat dibawah tatapanmu. Setiap malamnya. Setiap paginya. 
Aku selalu tersenyum bahkan hanya ketika kamu membalas dengan "oke", sesimple itu untuk membuatku bahagia sepanjang hari, mengerjakan tugas dengan berbagi, mengais rindu dengan berlari, makan enak tanpa tau diri. Asa takkan pernah ada, sehambar itu aku melihat tiap status yang kaupasang sebagai peraduan rindu. Aku mengagumi sosok yang membuatmu begitu mendamba, siang dan malam, tiap tetesan mata yang kau persembahkan untuk suatu perpisahan. 

Sampai pada ketika aku benar-benar mengerti bagaimana kau menyatakan sayang, aku mengaduh mencari sesuatu untuk diseduh. Kau membawa awan beserta hujannya. Kau membawa pagi beserta kabutnya. Kau membawa diriku beserta semua harapannya. 

Kau adalah romeo yang kuikat menjadi pangeranku, sampai sekarang dan nanti. 
Untuk kamu yang kusayang siang dan malam, aku berharap menjadi pengganti segala resah dan alasanmu kian bahagia tiap harinya. Aku mencintaimu. 

Yogyakarta, 7 Februari 2019. 
Sedang menungguimu siang-siang dengan rindu.
Desi Dwi Siwi Atika Dewi

Tidak ada komentar:

Posting Komentar